Muhammad Fajar, SP, M.Si *
Aset
merupakan kekayaan pemerintah daerah kabupaten / kota yang
setiap tahun anggaran mengalami pertambahan, baik dari segi nilai,
kuantitas maupun status kefungsiannya. Pertambahan
nilai tersebut dengan mudah diketahui berdasarkan hasil laporan keuangan
pemerintah daerah yang dapat dikompilasi per triwulan, semester dan tahunan.
Demikian juga penghapusan aset mencerminkan pengurangan kuantitas jumlah
kepemilikian kekayaan pemerintah daerah
yang biasanya melalui keputusan kepala daerah.
Aset salah satu indicator Badan Pemeriksa
Keuangan dalam memberikan penilaian terhadap laporan keuangan pemerintah daerah
(LKPD) pada akhir tahun penggangaran. Laporan ini sebagai bentuk
pertanggungjawaban Pemerintah daerah (entitas) kepada masyarakat yang disusun
berdasarkan standar akuntansi pemerintah (SAP).
Dari laporan entitas tersebut, BPK mempunyai beberapa waktu dalam
menilai, menelaah dan memeriksa seluruh item-item secara professional. Hasil penilaian
akan menghasilkan opini, berupa pernyataan professional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi dari Laporan keuangan pemerintah daerah.
Terdapat empat
opini / predikat yang diberikan oleh tim auditor (BPK) dalam menilai
hasil laporan keuangan pemerintah daerah, yakni ; Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion), Tidak wajar (Adverse Opinion), Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) (Qualified Opinion)
dan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (Unqualified
Opinion).
Predikat Disclaimer Opinion merupakan predikat
terendah. Opini ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain; auditor tidak memberikan pendapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang lingkup. Misalnya; entitas tidak menyerahkan
bukti-bukti yang sah dan dapat dipertanggungjawabakan kebenarannya, entitas
tidak memiliki sikap keterbukaan (open
minded), fleksibilitas dan setengah hati dalam menyajikan laporan
keuangan. Juga disebabkan oleh laporan
yang belum menerapkan standar akuntasi pemerintahan serta penyajian laporan
keuangan yang tidak tepat waktu.
Opini tidak wajar (Adverse Opinion) dapat diberikan kepada entitas oleh karena dalam
menyajikan laporan masih ditemukan penyimpangan akuntasi yang material. Contohnya terdapat aset yang sudah tidak
berwujud tetapi proses pencatatan masih tercantum pada jurnal pengurus barang.
Terdapat beberapa aset yang tidak ditemukan tahun penganggarannya. Pencatatan aset tidak sesuai dengan belanja
modal entitas.
Wajar
Dengan pengecualian (Qualified Opinion)
dan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (Unqualified
Opinion) adalah predikat opini yang
membaik. Baik dari segi pelaporan
yang telah menerapkan standar akuntansi pemerintah, kesalahan telah
diminimalisir, bukti penunjang memadai dan pengelolaaan aset yang baik. Untuk WTP, auditor menyakini pertanggungjawaban
entitas mendekati kesempurnaan.
Beberapa
kabupaten / kota di Kalimantan timur, berdasarkan hasil pemeriksaan Laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD) per Juni 2012, menyebutkan Kabupaten Kutai
Kartanegara dan Kota Tarakan yang memeroleh predikat WTP. Bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara
opini Wajar Tanpa Pengecualian merupakan prestasi yang membanggakan sekaligus
pencapaian yang telah lama dinantikan. Betapa
tidak, predikat disclaimer selama enam tahun menyuramkan wajah Kabupaten
terkaya di Kalimantan timur. Sejumlah
upaya dan perbaikan yang lakukan demi memberanguskan image disclaimer menjauh dari bumi etam ini.
Setelah
ditelusuri, penyebab opini diclaimer
yang membelenggu entitas ini merupakan kesalahan-kesalahan yang senantiasa
dipelihara. Sedikitnya ada empat Penyebabnya adalah :
1.
Ketidaksesuaian standar akuntansi pemerintah (SAP), pencairan
belanja dilaksanakan tetapi aset yang dihasilkan tidak berobjek atau jauh dari
kualifikasi.
2.
Kelemahan system pengendali internal pemerintah (SPIP). Pengendalian internal setiap entitas yang
bernaung dalam satuan Kerja Pemerintah daerah (SKPD) mutlak dilakukan.
Pengendalian ini diawali dari proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta
evaluasi setiap kegiatan. Misalnya
pencairan kegiatan yang belum tuntas pengerjaannya merupakan bentuk
penyimpangan. System Pengendalian melibatkan seluruh pejabat di internal
meliputi, Pengguna Anggaran (PA), Petugas Penatausahaan Keuangan (PPK), Petugas
Pejabat Teknis Kegiatan(PPTK) dan Bendahara Pengeluaran.
3.
Ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Tahapan
yang rentang dengan point ini, misalnya pada proses lelang kegiatan. Adanya pemenang tender seuai dengan ‘pesanan’
menyebabkan akuntabilitas dan transparansi mengabur. Ketidaktahuan prosedur
penerimaan oleh oknum penyelenggara pemerintah yang mempersepsikan masalah
dengan kebijakan pribadi.
4.
Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) yang belum rapi (Aset
Tetap).
Poin terakhir ini BMD merupakan fokus pemeriksa dalam
mengaudit LKHP entitas. Dikarenakan sekitar 75 persen permasalahan berputar
pada bagian ini. Umumnya permasalahan ini seputar pengadaan aset tetap.
a.
Aset yang tidak dapat dijakini kewajarannya, dikarenakan nilai dan keberadaan yang tetrcatat dalam
neraca tidak jelas. Apakah keberadaannya berasal dari hibah atau pengadaan?
Tahun pengadaan? Ataukah hilangnya bukti dikarenakan pergantian pengurus
barang, namun tercatat dalam neraca laporan.
b.
Pencatatan aset tidak akurat dan tidak sesuai dengan
kuantitasnya dan tidak didukung oleh bukti kepemilikan. Ketiadaan Nota
pembelian, kelalaian petugas dalam pencatatan. Juga tidak didukung oleh status
kepemilikan lahan. Misalnya; belum
adanya sertifikat tanah atau bangunan, perizinan mendirikan bangunan, hibah
lahan yang digugat oleh ahli waris.
c.
Aset entitas dikuasai oleh pejabat yang tidak
berkepentingan. Misalnya kendaraan
operasional atau dinas. ‘Oknum’ yang
masih menguasai kendaraan dinas meskipun statusnya tidak lagi memegang
kekuasaan atau purnabakti. Rasa kepemilikan
yang tinggi serta merasa mempunyai jasa
atas keberadaan aset tersebut menyebabkan dirinya enggan aset melepaskannya.
d.
Aset yang belum jelas kepemilikannya. Ketidakjelasan aset dapat disebabkan oleh
faktor pemekaran wilayah, baik dalam entitas dalam wilayah sendiri (antar
daerah induk ke daerah baru pemekaran), ataupun dengan entitas lainnya (antara
Pemerintah kabupaten dengan kabupaten / kota ataupun provinsi ). Juga bisa
disebabkan oleh belum adanya serah terima aset yang dijelaskan dalam dokumen
yang sah.
Untuk menyikapi pengelolaan barang milik daerah maka
diperlukan strategi peningkatan akuntabilitas barang milik daerah menuju
penilaian opini BPK. Strategi tersebut dilakukan miminal dengan empat
pendekatan yaitu :
1.
Reformasi Pengelolaan barang Milik Daerah,
Reformasi ini
bersifat internal melalui; penyamaan persepsi, mindset dan pola pikir. Pengurus barang bukan satu-satunya pejabat
yang ditugaskan mengelola barang, melainkan tugas bersama antara Pengguna
Anggaran, PPK, PPTK dan bendahara pengeluaran dalam satu lingkup SKPD. Bahwa aset daerah yang pembiayaannya menggunakan keuangan
daerah merupakan aset yang tidak dimiliki secara pribadi atau
perseorangan. Bahwa ketika tidak
menjabat maka penguasaan aset daerah diserahkan kepada pejabat yang mendapat
mandat mengelola aset daerah.
2.
Penertiban BMD,
a.
Prinsip 3 K (Komitmen, Konsistensi, konsekuen dan (konfiden)
Selayaknya semua
pejabat yang secara bersama-sama terlibat dalam pengelolaan barang memiliki
prinsip 3 K yaitu, dalam menjalankan amanah yang bebankan. Komitmen dan dalam ikatan perjanjian,
konsisten dalam menerapkan aturan yang berlaku, konsekuen terhadap penyimpangan
atau akibat yang ditimbulkan.
b.
Aksi yang jelas dan terukur, adanya penanggungjawab kegiatan
serta pembuatan jadwal dan target pelaksanaan.
c.
Menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) dan
membangun jaringan Sistem berbasis IT yang senantiasa dikembangkan.
3.
Rekonsiliasi pada semua Level pelaporan.
Perbaikan dan
penyempurnaan pelaporan aset bersifat buttom
up, artinya dari level terbawah, yaitu
Satuan Kerja perangkat daerah (SKPD) kelurahan/kecamatan yang dikoordinatori
oleh Pengurus barang bersama perangkat kelurahan / kecamatan. Rekonsiliasi
meliputi pencatatan keluar masuk aset (barang), yang nantinya akan diteruskan
Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan kabupaten / kota. sehingga dijadikan laporan keuangan
pemerintah daerah pada akhir tahun anggaran.
4.
Pelaporan
yang berjenjang secara lengkap
dan tepat waktu.
Lanjutan dari
rekonsiliasi yang dilakukan minimal pertriwulan, semesteran hingga pada akhir
tahun anggaran pada masing-masing SKPD kelurahan / kecamatan. Upaya ini dilakukan guna meminimalir
kesalahan atau kekeliruan melalui Koreksi dalam jurnal penyesuaian, jurnal
koreksi. Perbaikan dan penyetoran
laporan aset daerah bersamaan dengan laporan keuangan, minimal per tanggal 10
januari tahun mendatang.
Laporan dari SKPD,
baik aset dan keuangan selanjutnya dikompilasi menjadi laporan keuangan
pemerintah daerah yang akan dilakukan penilaian oleh BPK ditahun
mendatang, sehingga memeoleh yang opini
yang membanggakan.
Penulis :
Muhammad Fajar,
SP, M.Si
PPK SKPD Kelurahan
Salok Api Laut, Samboja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar